Kerajinan Unik Desa Meunasah Lamgirek Aceh Besar



Oleh-oleh Khas Aceh merupakan jenis produk bercirikhaskan keacehan yang kerap dicari wisatawan. Kerajinan daerah dari bahan alami, yang awalnya hanya dimanfaatkan sebagai alat pendukung aktivitas masyarakat Aceh sehari-hari, kini juga dijadikan sebagai cinderamata. Hal itu dijelaskan oleh salah seorang perajin anyaman dari Desa Meunasah Lamgirek, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.

Usaha Bungong Jaroe merupakan salah satu pusat kerajinan anyaman tradisional Aceh yang berkembang di Desa Meunasah Lamgirek. Desa ini terletak sangat dekat dari Pantai Momong, salah satu tempat wisata hits kawasan Aceh Besar di Provinsi Aceh.

Masyarakat desa tersebut membuat anyaman berbahan dasar Bak Bili alias Bemban. Bagian dari Bemban yang digunakan untuk bahan anyaman adalah batangnya yang mirip seperti bambu. Di Aceh, selain sebagai bahan anyaman, Bak Bili memiliki banyak manfaat lainnya. Buahnya dapat dikonsumsi dan daunnya bisa dijadikan obat tradisional untuk menyembuhkan bisul, iritasi mata, dan juga untuk membungkus tapai.  




Dari bahan baku Bemban ini, masyarakat Desa Meunasah Lamgirek menyulapnya menjadi aneka kerajinan tangan yang sangat indah. Adapun beberapa produk yang dihasilkan di antaranya adalah jeu-e (tampi), gateng (wadah makanan), dan sayak. 

Selain cantik, awet, dan terbuat dari bahan alami, produk kerajinan tangan tersebut juga mendukung pengurangan sampah plastik penyebab global warming. Bayangkan saja jika semua masyarakat Indonesia, termasuk Aceh, sadar untuk membiasakan diri menggunakan produk anyaman reusable seperti ini untuk berbelanja ke pasar, maka kerusakan alam raya akan semakin berkurang kan?
  
Namun sayangnya, kerajinan anyaman Bak Bili ini termasuk tradisi kesenian Aceh yang keberadaannya semakin langka bahkan terancam punah. Yah... walaupun peminat produk tersebut saban hari kian bertambah. Para perajin pun mulai resah akan permasalahan terkait semakin berkurangnya tenaga ahli anyaman Bili dan semakin sulitnya menemukan tumbuhan tersebut di sekitar kawasan tempat tinggal mereka.

Fenomena tersebut terkesan klise. Jika dulu masyarakat hanya dibingungkan masalah seputar marketing produk, kini justru sebaliknya. Para pekerja seni anyaman tampaknya lebih membutuhkan keterlibatan masyarakat muda Aceh untuk ikut sedia mengambil bagian sebagai penerus keahlian anyaman khas tersebut. Tentunya masyarakat mahasiswa dan para pakar di bidang budidaya tanaman pun perlu terlibat aktif memberikan solusi terkait permasalahan ancaman kepunahan Bak Bili sebagai bahan baku produk kerajinan yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Aceh.

Sekilas Tentang Bemban alias Bak Bili

 
Bemban (Donax canniformis), dalam bahasa Aceh dikenal dengan sebutan Bak Bili, merupakan terna (tumbuhan tak berkayu dan berbatang lunak) yang menghasilkan serat bahan anyam-anyaman. Bemban sering tumbuh liar di tepi-tepi air atau tempat-tempat yang basah, dan juga di hutan-hutan bambu.

Batang Bemban awalnya berwarna hijau. Bagian bukunya dibuang dan bagian kulitnya disayat memanjang untuk dibuat sebagai bahan anyaman. Setelah diolah dan dijemur, kulit batang Bak Bili ini berubah warna menjadi cokelat mengkilap, indah, dan kuat. 

Menurut keterangan salah seorang warga Desa Meunasah Lamgirek, Nadia, ada dua jenis hasil olahan dari batang Bemban tersebut. Kulit Bemban tipe 1 dipercaya sebagai bahan anyaman yang memiliki kualitas lebih kuat dengan nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit tipe 2.


Adapun permasalahan terkait semakin berkurangnya eksistensi Bak Bili tampaknya belum pernah dipublikasikan dalam media massa. Padahal pemerintah dan para pakar tumbuhan perlu mengetahui hal sepenting ini. Terutama jika mengingat tingginya minat pasar akan produk anyaman khas Aceh tersebut. Namun, tanpa ketersediaan bahan baku, tentu peluang baik tersebut menjadi sia-sia.

Saat saya diskusikan tentang ada tidaknya warga yang mencoba menanam tumbuhan tersebut, salah satu perajin anyaman berpendapat. Menurutnya, masyarakat desa tampaknya belum terpikir untuk membudidayakan tanaman tersebut dikarenakan terbatasnya keilmuan dan pengalaman. Apalagi sepengetahuan mereka, Bak Bili membutuhkan waktu pertumbuhan yang lama, sekitar 5 tahunan, hingga batang dari tumbuhan tersebut dapat diolah menjadi bahan baku anyaman. Oleh karenanya, warga lebih memilih menelusuri hutan-hutan di kawasan yang lebih jauh demi memperoleh bahan baku yang dibutuhkan.

Demikianlah kisah singkat di balik popularitas anyaman Bak Bili sebagai oleh-oleh khas Aceh yang diminati banyak kalangan. Ternyata masih banyak tantangan yang mesti kita pikirkan dan cari solusi bersama. Mengingat semakin tingginya permintaan akan kerajinan seni anyaman seperti ini maka kita jadi tahu skill macam apa yang bisa dipelajari dan pohon jenis apa yang perlu dibudidayakan di kemudian hari. 

Oh iya, berikut saya camtumkan juga keterangan tentang usaha kerajinan anyaman khas Aceh dari Desa Meunasah Lamgirek. Siapa tahu ada yang mau berkunjung sambilan berwisata belanja dan belajar seni anyaman bersama para warga. Selamat berkunjung, belajar, dan berbelanja di sana ya.

Nama Usaha: Bungong Jaroe
Alamat: Desa Meunasah Lamgirek, Lhoknga, Aceh Besar
Kontak Pemesanan: 082294475880

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kerajinan Unik Desa Meunasah Lamgirek Aceh Besar"

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya!
Besok-besok mampir lagi ya!


(Komentar Anda akan dikurasi terlebih dahulu oleh admin)