Perpustakaan Ramah Anak di Provinsi Aceh

Debu, deru kendaraan, dan terik mentari merupakan tiga kombinasi yang mutlak akan kita hindari saat ingin melarutkan diri dalam sebuah bacaan di suatu tempat. Namun uniknya, posisi gedung sementara Perpustakaan Wilayah (Puswil) Aceh, pengganti perpustakaan yang kini sedang dalam proses pembangunan, dari luar terlihat seakan mengamini ketiga karakter tersebut.


Pintu sorong besi dua sisi (folding gate) pada gedung tiga tingkat yang diapit oleh rumah sakit dan bank itu terletak sangat dekat dengan jalur jalan utama yang begitu bising. Awalnya, timbul secuil kesangsian di dalam hati akan fungsi Puswil sementara tersebut. Akankah perubahan posisi dan mengecilnya ruang perpustakaan milik Pemerintah Aceh itu kini justru menyurutkan minat masyarakat, terutama anak-anak, untuk bertandang ke perpustakaan atau tidak sama sekali?

***

Kamis, 27 September 2018. Dalam paparan sinar matahari yang begitu terik, dengan mengendarai motor, saya menelusuri deretan gedung-gedung di sepanjang jalan Teuku Nyak Arief, Banda Aceh, secara perlahan. Sembari menyoroti satu per satu dari belasan gedung berdempetan yang sekilas tampak serupa. Demi menemukan posisi pasti Puswil Aceh yang terletak di antara deretan warung kopi, bank, rumah sakit, bahkan tempat kursus.

Tak seberapa lama, sebaris spanduk merah terang berterakan tulisan 73th Dirgahayu Indonesia yang tersemat di ujung kanopi parkiran mengalihkan pandangan saya. Persis di sampingnya, terdapat pamplet seukuran 2x1 meter bertuliskan: Gedung Perpustakaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh. Gedung yang sedari tadi saya cari tahu keberadaanya, akhir saya temukan.

Dari wujud luarnya, gedung Puswil tersebut sama sekali tidak tampak berbeda dengan deretan pertokoan kebanyakan. Dari jauh, suasana gedung tampak sunyi. Hanya puluhan kendaraan di parkiran yang menjadi pertanda bahwa di dalam gedung yang terkesan sepi itu sebenarnya ramai penghuni.
Pukul 14.30 WIB, selepas memarkirkan motor, saya mengamati layar ponsel sembari melangkah menuju ruang perpustakaan yang disulap dari gabungan dua ruko (rumah toko) tanpa sekat. Kedatangan saya disambut oleh dua bilah mesin penyensor buku yang akan berbunyi bip, bip, bip, jika terdapat buku perpustakaan yang dibawa ke luar-masuk tanpa izin peminjaman.

Awalnya, saya merasa heran melihat pintu sorong besi selebar empat meter yang hanya dibuka satu depa sehingga jalur pintu untuk ke luar dan masuk ruangan cuma ada satu. Namun, setiba di dalam gedung, bagaikan Alice in Wonderland yang terlempar ke dunia baru, saya mulai memahami fungsi dan strategi penyulapan gedung tersebut sebagai sebuah perpustakaan mini.

Walau terkesan sederhana, perpustakaan ini memperhatikan pencahayaan, suhu ruang dan menahan polusi suara kendaraan di luar gedung dengan cukup baik. Bahkan, ternyata di balik gelapnya pintu sorong besi tersebut, terdapat berbagai lukisan penuh keceriaan pada dinding-dinging perpustakaannya. Ditambah lagi aura warna-warni yang dipancarkan sebuah pojok baca berukuran 7x3 meter yang dikhususkan untuk bahan literasi anak-anak. Mau tak mau, saya harus meruntuhkan asumsi kesangsian sebelumnya akan kelayakan gedung perpustakaan tersebut. Kemudian dengan tulus saya harus akui bahwa gedung itu cukup nyaman untuk disebut sebagai perpustakaan wilayah sementara. Minimal hingga tahun 2020 nanti, ketika gedung Perpustakaan Aceh resmi difungsikan kembali setelah mengalami rehab total.


Pojok Rekreasi Literasi
Dalam gedung perpustakaan sementara itu, pojok rekreasi literasi tentunya tak seluas dulu. Fasilitas berupa tempat lesehan, panggung dongeng, dan ragam media coret bagi anak-anak juga tak terlihat lagi keberadaannya.
Menurut keterangan seorang pegawai perpustakaan, keterbatasan luas ruangan perpustakaan saat ini yang menjadi penyebab dihilangkannya fasilitas-fasilitas tersebut untuk sementara waktu. Namun, sekalipun dalam keterbatasan, pojok literasi ini tetap diminati pengunjung. Bahkan, menurut data perpustakaan terkini, tak kurang dari 20 anak bertandang setiap minggunya. Walau pojok ini dikhususkan untuk anak-anak usia PAUD hingga SD, masih terlihat beberapa remaja yang singgah ke pojok tersebut untuk menikmati ragam bacaan yang tersedia. 



Mengutip penuturan Lisa Siska Dewi, Kepala Seksi Layanan Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, akhir pekan merupakan momen tersendiri bagi anak-anak untuk belajar dan bermain di pojok literasi perpustakaan. “Walau di hari lain mereka sibuk sekolah, tapi anak-anak tetap dapat menikmati bahan bacaan dengan meminjam maksimal dua buku untuk dibawa pulang selama dua pecan,” terang Lisa.

Menurut para pegawai perpustakaan lainnya, selain buku bacaan umum, anak-anak juga kerap menanyakan ketersediaan buku pelajaran sekolah, seperti buku tematik, di Puswil Aceh ini. Tapi sayangnya, bacaan semacam itu tidak tersedia.
Buku pelajaran sekolah tidak tersedia di perpustakaan provinsi ini dikarenakan buku sekolah masuk dalam ranah perpustakaan sekolah. Pengadaannya pun didukung oleh dana BOS, sehingga bukan tanggung jawab perpustakaan wilayah setempat untuk menyediakannya. 


Magang di Perpustakaan 

Kasi Layanan Perpustakaan yang akrab disapa Caca, juga memberikan informasi terbaru terkait program kegiatan perpustakaan bagi anak-anak sekolah. Menurutnya, selain kegiatan membaca, bercerita, dan meminjam buku, terdapat pula kerja sama baru yang sedang disusun antara pihak perpustakaan dengan pihak sekolah dasar setempat. 


Kegiatannya berupa kesempatan yang diberikan kepada anak sekolah dasar untuk melaksanakan magang di perpustakaan. Magang tersebut dimaksudkan untuk melatih kemandirian dan partisipasi mereka sehingga diharapkan dapat membuat anak-anak merasa lebih akrab dengan lingkungan perpustakaan.

“Sebaiknya anak-anak dibiasakan akrab dengan lingkungan perpustakaan sejak dini. Sejak kecil diperkenalkan dengan buku sehingga ketika sudah kenal, mereka akan sayang,” ujar Caca yang berasal dari Aceh Barat.

Sebagai informasi tambahan, Caca juga menjelaskan bahwa untuk sementara waktu, Puswil Aceh tidak menyediakan layanan malam. Namum, jadwal aktivitas perpustakaan tetap berlaku setiap hari. Dari hari Senin hingga Minggu. Untuk Senin sampai Jumat, perpustakaan dibuka sejak pukul 08.00-12.00 WIB, lalu istirahat dan kemudiaan layanan disambung kembali dari pukul 14.00 hingga 16.45 WIB. Sedangkan untuk jadwal akhir pekan, Sabtu dan Minggu, perpustakaan dibuka sejak pukul 09.00 hingga 12.00 WIB, lalu istirahat dan kemudian disambung kembali pada pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Artinya, meski dalam kondisi sementara (darurat), sebetulnya jam pelayanan Puswil Aceh ini tetap saja lumayan panjang. []


      Artikel ini dipublikasikan di Tabloid Iqra' Nomor 1 Edisi 2 Des 2018  dengan judul Pojok Warna-Warni Literasi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perpustakaan Ramah Anak di Provinsi Aceh"

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya!
Besok-besok mampir lagi ya!


(Komentar Anda akan dikurasi terlebih dahulu oleh admin)