Alue Naga, Surga Tersembunyi Kampung Berseri Astra



"Selama ini kita ke mana saja?" Seru adikku senang bercampur geram, terpesona dengan pemandangan asri penangkaran tiram Alue Naga di depannya. Aku berjalan pelan di belakangnya. Mencari posisi duduk ternyaman untuk melesatkan pandang pada indahnya lautan, dan memenuhi paru-paruku dengan aroma pantai yang menyenangkan. "Terkadang kita lupa menatap hingga tak sempat menetap," jawabku kemudian sambil mencandainya. Adikku memicingkan mata dan memajukan bibir. Aku bergeming tanpa merasa berdosa dan menunggu pesona senja pantai Alue Naga memudarkan raut manyunnya.

***

Pagi itu, Mucek, sang petani tiram dari Desa Payung kembali menyambangi rumahku. Sebelah tangannya menenteng kresek biru berisi bungkusan-bungkusan tiram segar yang dicarinya sendiri. Adapun tangan lainnya menggenggam erat Halimah, si bungsu berusia 6 tahun. Mucek adalah seorang janda dengan enam orang anak. Dua dari enam anaknya meninggal ketika tsunami. Sedangkan sang suami telah tiada sejak tiga tahun silam.
Mucek adalah sesosok wanita pesisir yang sangat tegar. Tentu tak mudah membesarkan empat orang anak sekaligus hanya dengan mengandalkan hasil lautan yang tak menentu. Tiap kali bertandang ke rumah, ada saja cerita dari pesisir yang ia bawakan. Pagi ini ia menceritakan tentang luka tanganya saat mencari tiram. Membutuhkan waktu sekitar tiga jam berendam di perairan untuk mengumpulkan tiram yang tak seberapa. Ditambah tiga jam selanjutnya untuk mengeluarkan isi tiram dari cangkangnya.
Biasanya Mucek membawa tiga hingga empat bungkus tiram yang ia hasilkan untuk di jajakan ke rumah-rumah kenalannya. Menurutnya, sistem penjualan tiram dari pintu ke pintu membuat daganganya lebih mudah laku dibandingkan harus menunggu pembeli di rangkang-rangkang penjualan di sepanjang pesisir pantai.
"Hek, tapi dari pada deuk!" (Capek, tapi dari pada lapar).
Itu jawaban yang ia lontarkan saat ditanya lelah atau tidak menjajakan tiram ke rumah-rumah.






Sebelum beranjak pergi, Mucek sempat menyelipkan satu kisah lagi. Menurutnya, ia mulai khawatir dengan sulitnya mencari kerang dan tiram selama ini.

"Hai, dum ka bobo ditengoh. Abeh saket ureng. Na yang gatai, lumpuh. Geu boh pestisida lam ie. Ka beh matee tirom ngen kreung.
(Ubur-ubur seketika jadi banyak dan menepi. Mereka melukai para pencari tiram dan kerang. Ada yang kena gatal dan lumpuh. Jadi, air diberi pestisida agar ubur-uburnya mati. Rupanya, tiram dan kerang ikut mati juga)." Jelas Mucek yang membuatku ternganga.

Mucek juga menjelaskan kalau petani desanya masih mencari tiram dengan cara yang sangat manual dan tingkat keamanan bagi petani masih rendah. Mucek berharap desanya bisa ikut menerapkan sistem penangkaran tiram layaknya desa sebelah, Alue Naga.

"Ata yang Astra bak Alue Naga ka get, kamoe pih tengoh menuju arah nyan.(Sistem Astra di Alue Naga sudah bagus. Desa kami juga mulai merusaha menjadi seperti itu.)" Jelas Mucek sembari minta permisi kembali ke rumahnya.



Foto-foto suasana sekitar Gampong ALue Naga








































Subscribe to receive free email updates:

3 Responses to " Alue Naga, Surga Tersembunyi Kampung Berseri Astra"

  1. Great blog! Is your theme custom made or did you download it from somewhere?
    A design like yours with a few simple tweeks would really make my blog
    stand out. Please let me know where you got your theme.
    With thanks

    BalasHapus
  2. Every weekend i used to visit this website, as
    i wish for enjoyment, as this this website conations truly
    pleasant funny information too.

    BalasHapus
  3. Hai ayu, aku baru nemu blog kamu dan so educated. Im enjoyed ur blog.. thanks

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya!
Besok-besok mampir lagi ya!


(Komentar Anda akan dikurasi terlebih dahulu oleh admin)