5 Keunikan Museum Adityawarman Kota Padang
Real Museums are Places where Time is Transformed into Space
(~Orhan Pamuk~)
Museum Adityawarman akhirnya menjadi pilihan bagi saya untuk melalang buana sembari menutup manis memori penghujung bulan Januari. Museum yang dijuluki sebagai Taman Mini ala Sumatera Barat ini terletak di wilayah strategis kota Padang. Museum yang dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan umum maupun pribadi. Museum yang bahkan saya tak perlu tersesat untuk sekedar mengetahui alamatnya, karena letaknya persis di depan pusat oleh-oleh khas Padang kripik balado Shirley.
Nah, setiba di depan pintu pagar museum, terlebih dahulu kita akan membayar tiket masuk seharga Rp.3000 untuk dewasa dan Rp.2000 untuk anak-anak. Dengan harga tiket semurah meriah itu, kita sudah bisa menjelajahi seluruh wilayah taman yang luas plus melihat-lihat isi museum sampai puas. Kemudian ketika menapakkan langkah pertama kali ke wilayah museum budaya Provinsi Sumatera Barat, kita akan disuguhi minimal 5 pemandangan unik di sekitaran museum. Penasaran? Ayo, kita telusuri sama-sama.
1. Tugu Penjuangan Manis Beruntai Sastra Romantis
Setiba di depan museum, sesaat pandangan mata kita akan terhadang sebuah monumen berupa Tugu Perjuangan dengan desain unik. Tampak pula di sana sesosok patung dengan bambu runcing di tangannya, sangat bercirikhaskan pejuang di masa silam. Posisinya yang terduduk terlihat seperti ia beristirahat sejenak setelah lelah berjuang namun tetap sigap untuk menjaga dan meneruskan perjuangan. Saya sempat tergidik merinding, antara takjub dan seram, memandangi patung tanpa muka ini.
Namun sebuah puisi yang termaktub di samping sang patung sempat sesaat membuat saya menjadi terharu malu, "Untuk kami di Nusa Jaya. Kamulah gugur, derita sengsara. Kamu bertugu di jiwa bangsa. Lambang bermutu selama masa", pelan tapi pasti saya menyairkan satu persatu untaian puisi tersebut di dalam hati. Para penjuang begitu mencintai negeri ini dengan tulus, mengorbankan segalanya demi bangsa, bahkan jiwa dan raga. Lalu terbersit tanya di dalam hati, APA YANG TELAH SAYA BERIKAN UNTUK NEGERI INI? Ah, diri.
Dibalik puisi tadi, terdapat pula sebuah prasasti lainnya berisikan Teks Proklamasi. Dibawah teks tersebut tertulis dengan jelas sebuah tanggal yang membuat saya bertanya-tanya: 9 Maret 1950? Walaupun tak ahli dalam sejarah bangsa, minimal saya sadar bahwa tanggal tersebut bukanlah peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Ditengah ketidakpahaman tersebut, saya meneruskan bacaan selanjutnya,
PADANG, sederet cerita lahir dari singkatan kata tersebut. Sebahagian saya pahami namun banyak yang tak saya mengerti. Namun setelah mengulik sesaat tulisan sejarah mengenai kota Padang di dunia maya walau tak pasti sumber kebenarannya, saya mendapatkan informasi bahwa tanggal tersebut merupakan hari bersejarah bagi kota Padang. Di tanggal tersebut, kota Padang kembali ke pelukan Ibu Pertiwi. Semacam anak yang diculik bertahun-tahun lamanya lalu kemudian berhasil dipertemukan kembali bersama orangtuanya. Cessss.... cenat-cenut rasanya hati saya membayangkan momen semacam itu. Untuk beberapa detik rasanya saya seakan kembali ke masa lalu. Seakan lupa bahwa saya hidup pada deret keenambelas di tahun millenium ke-3.
2. Simbol Sejarah dan Budaya Para Patung Raksasa
Jika saya tak salah melihat atau pun tak lupa mengingat, terdapat 7 buah patung berukuran raksasa yang mengililingi wilayah museum Adityawarman. Walau pun buta akan panduan buku sejarah kota ini, tampilan patung-patung tersebut dan nama yang disematkan pada museum budaya ini membuat saya berpikir bahwa walau pun terkenal dengan masyarakatnya yang religius dan memiliki pemahaman keislaman yang baik baik, pengaruh Hindu-Budha masih meninggalkan jejak yang cukup kental pada sejarah masa silam kota Padang.
3. Museum di dalam Rumah Bagonjong
Lain lumbung lain ikan, lain ladang lain belalang. Jika Aceh terkenal dengan kopi, tari saman, mie bahkan tsunami. Maka Padang terkenal dengan apa teman-teman? Iya, benar, tanduk (selain warung dan sate Padang tentunya, hehe). Nah, bentuk atap bangunan yang menyerupai tanduk itu disebut dengan istilah Bagonjong. Jadi selain dikenal dengan istilah rumah gadang, kita juga dapat menyebut bangunan rumah tradisional yang luas dengan atap tanduk yang elegan ini dengan istilah Rumah Bagonjong.
Uniknya, tidak seperti kebanyakan museum yang memisahkan fungsi museum dan rumah adat, museum budaya Minang ini justru terletak di dalam rumah adat itu sendiri. Bentuk luar museum saja sudah heboh dan membuat kita takjub, bagaimana dengan isinya ya? Makin penasaran nih? Yuk kita lanjut.
Jujur, awalnya saya menganggap remeh petunjuk arah ini. Namun setelah berputar-putar dan tersesat beberapa kali di tempat yang sama, baru saya paham apa fungsinya. Entah karena area di sini cukup luas, atau bentuk museum yang unik dan misterius atau saya yang rada bengak? Entahlah. Intinya, sekedar menyarankan sebelum ke mana-mana, ada baiknya teman-teman mempelajari dan mengingat petunjuk arah ini terlebih dahulu, kalau mau difoto lebih baik. Sekedar informasi, dari pada-dari pada lebih baik waspada, benar tidak? Hehe.
Nah, berikut saya tampilkan sekilas pandang gambar Museum Adityawarman dalam kemasan Rumah Bagonjong. Saya menampilkan gambar pemandangan museum dari 3 posisi berbeda yakni bagian depan, bagian luar dan bagian dalam museum.
4. Taman Melati Anti Sakit Hati
Wah, pembicaraan kita sebelumnya tampak rada berat ya? Maklum, mengingat mantan saja butuh tenaga ektra apalagi mengingat sejarahnya #teplak.
Baiklah, keunikan lainnya dari tempat ini adalah taman melatinya. Tempatnya bersih dan nyaman. Walau bunga melatinya tidak semerbak harum mewangi, seperti lirik lagu dangdut fenomenal itu, tapi suasana di sekitar taman ini membuat jiwa dan raga kita menjadi adem ayem. Teman-teman tidak akan merasakan kecemburuan atau pun kenangan pahit bersama mantan di sini. Secara pamplet anti barisan sakit hati sudah terpampang indah di sini. Duduk sambil makan dan minum bersama teman dan keluarga menjadi opsional yang menyenangkan. Namun, kebersihan tempat juga di jaga ya. Jangan biarkan para tong sampah menjadi kesepian dan baper karena kalian salah menempatkan sampah yang bukan pada tempatnya.
5. Pesawat Tempur yang Berpuisi
Letak pesawat tempur ini agak tak kasat mata karena berada di pinggir taman yang tertutupi ramainya para melati. Namun yang membuat saya tertarik untuk menepi adalah kenangan akan Aceh. Di Aceh kita juga memiliki monumen berbentuk pesawat seperti replika pesawat pertama Indonesia; Selawah RI 001, pesawat tempur asli TT-1216 Hawk 200 dan pesawat jenis A4 SkyHawk TT-0435.
Namun tak ada penjelasan mendetil akan kehadiran pesawat tempur di meseum ini. Hanya sebuah puisi yang tertera di sana. Puisi yang membuat saya kembali malu bahkan untuk sekedar meneteskan air mata.
Aku hanya setitik darah bangsaku
Kembangkan sayapku
Teruskan perjuanganku
(~Ashadi Tjahjadi~)
Sukaa tulisannya. Jadi mau kesanaa
BalasHapusTerima kasih. Yuk, bertandang.
BalasHapusTerimakasih telah mengulas kampung halamanku. Kata perkalimatmu sungguh sedap dibaca. Biarkan jemarimu terus menari, puaskan dahaga para pembaca.
BalasHapusSalam Takjub,.