Kompilasi Memori Lasenas 2018 (5 Hari 4 Malam) - Bagian 1


Peringatan!!!
Ini merupakan tulisan kompilasi kegiatan Lasenas 2018 yang diadakan di Aceh selama 5 hari 4 malam. Tulisannya bakal panjang, iya, sepanjang jalan kenangan. Jika saat dibaca kamu merasa lelah, istirahatlah sejenak. Nikmati tulisan ini pelan-pelan sampai selesai. Andai setelah membaca kamu terindikasi Baper Akut, segera hubungi teman-teman Lasenas terdekat. Ingat pesan Dilan, rindu itu berat, jadi salinglah menyapa agar kuat. Sekian peringatan dari saya. Selamat membaca.


⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌  
History never really says goodbye. History says, 'See you later.'
- Eduardo Galeano -


Hal pertama yang terbersit di hati saya saat memutuskan untuk menulis kompilasi ini adalah "Bagaimana jika kelak beranjak dewasa, mereka lupa harus mengingat di mana?" Karena kenangan terkadang bukan dibutuhkan saat ini, namun nanti; sebulan, setahun, bahkan sepuluh tahun kemudian. Iya, ketika memori tak lagi mengenang namun rindu tiba-tiba datang tanpa diundang.

⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌

~Hari Pertama Lasenas 2018~
  • Registrasi Peserta


Hari itu jumat, tepatnya tanggal 27 April 2018. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang diwarnai gerimis dan hujan, hari itu cuaca sangat cerah. Saya dan beberapa awak komunitas telah membuat janji sejak pagi. Kami akan bertemu di Asrama Haji untuk melakukan registrasi peserta acara Lasenas (Lawatan Sejarah Nasional) 2018. Sebenarnya registrasi dimulai siang nanti, namun kami datang lebih awal untuk melihat-lihat keadaan agar tak awam.

Sambil berjalan-jalan melihat-lihat lokasi acara, saya memperhatikan bahwa beberapa peserta Lasenas dari siswa dan guru juga sudah tiba. Berbagai rupa perasaan hati tercermin dari raut wajah mereka. Ada yang tampak girang bersemangat, ada yang khawatir dan gugup, ada yang cemberut karena lelah, bahkan ada yang datar saja seakan sibuk sendiri dengan imajinasinya. Iya, semuanya ada. 

Merasa khawatir dan gugup saat mengikuti sebuah acara merupakan sebuah kewajaran. Apalagi jika acara tersebut bersifat nasional yang pesertanya berasal dari seluruh Indonesia. Bahkan bagi mereka yang sudah terbiasa ikut acara nasional pun bisa tetap merasa gugup. Bisa jadi karena teman baru, suasana baru, tempat kunjungan baru atau bahkan karena tantangan baru.

 
Sejurus kemudian, terdengar suara bacaan al-quran bersahut-sahutan dari pengeras suara masjid sekitar. Pertanda bahwa waktu untuk melaksanakan salat jum'at akan segera tiba. Kami pun memutuskan untuk pulang dan kembali untuk melakukan registrasi selepas zuhur nanti. 

Setelah melakukan salat zuhur, makan siang dan mengemasi barang-barang, saya pun berangkat menuju Asrama Haji. Namun tiba-tiba gawai saya mengeluarkan suara, bipbip-bipbip, pertanda ada yang menelepon dari WA. Sebuah miscall dari Yelli, salah seorang awak komunitas yang ikut berpartisipasi. Lalu saya pun membaca chat yang masuk. Dia mengabari bahwa para peserta Lasenas dari pihak komunitas panik. Saya bertanya, "Ada apa?" Dia berkata bahwa panitia pusat hanya menerima registrasi peserta yang memiliki surat undangan dan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas). Saya bergeming bingung, "Lhah, bukannya seluruh peserta mendapatkan undangan dan SPPD?," gumam sang hati. Untuk memperjelas keadaan, saya pun segera berangkat menuju tempat acara.


Tiba di sana, saya memperhatikan raut-raut wajah gelisah dan lelah. Teman-teman komunitas harus bolak-balik mengurus surat. Mus dan Yelli sedang memperbanyak fotokopi undangan. Sedangkan kak Wanti dan Yus sedang menjemput stempel dan tanda tangan dari ketua komunitas mereka. Saya merasa sedih melihat kawan-kawan yang kelabakan bahkan di hari pertama acara. Saya bahkan tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Soalnya, saya dan bang Yudi yang diundang sebagai perwakilan blogger sudah mendapatkan surat tersebut sejak awal. Jadi saya pun merasa heran, mengapa dibedakan-bedakan.


Kembali ke cerita registrasi peserta. Saat mengantre, seketika saya merasa ngeri dengan ekspresi dingin panitia di meja registrasi. Seakan saya sedang mengantre penerimaan buku amal yang memutuskan saya akan diantar ke surga atau didepak ke neraka. Namun, sedetik kemudian saya mencoba berpikir positif dan menghibur diri, mungkin panitia lelah, kilah sang hati. Benar saja, seorang panitia tiba-tiba berubah ramah kepada seorang peserta yang mengantre tepat di depan saya. Sepertinya mereka saling mengenal, kemudian sejenak bercanda riang. Perasaan saya pun menghangat, penuh harap. Namun ternyata kehangatan itu hanya bertahan sebentar. Tiba giliran saya, panitia tersebut kembali ke mode awal. Sudahlah, mungkin saya yang lelah. 

Setelah berkas registrasi diterima, saya pun mendapatkan paket tas yang berisi rompi, topi, buku, pena, dan pin. Lalu mendapatkan buku panduan dan buku destinasi di meja lainnya. Sedangkan name tag dengan nama peserta dibagikan pada sore hari. Seperti biasa, nama saya kehilangan koma atasnya lagi. Baiklah, ini Indonesia bukan Arab atau Rusia. Walau tulisan Aceh juga punya stok abjad aneh tapi tak berlaku untuk alfabet negara kita. 

Oh iya, ada satu hal lagi yang tampaknya luput dari pantauan panitia. Pemberian tumbler (botol air) untuk peserta Lasenas 2018. Seperti yang kita ketahui bersama, lawatan merupakan kegiatan belajar sambil jalan-jalan. Otomatis, kita membutuhkan asupan air yang banyak agar tidak dehidrasi dan kepanasan. Apalagi di Aceh, panas coy, PANAS!!! Seriusan gak perlu bawa air dalam botol?


Selepas menyelesaikan registrasi beserta pernak-perniknya, kami pun menuju kamar masing-masing. Saya, Kak Wanti dan Yus mendapatkan kamar di gedung Madinatul Hujjaj. Sedangkan kamar peserta Lasenas lainnya tersebar di beberapa gedung lain, namun masih dalam komplek Asrama Haji kota Banda Aceh. Tibalah kami di depan pintu. Kunci kamar dimasukkan, ceklik, dan pintu pun terbuka. Terlihat isi kamar yang berupa 3 tempat tidur double bed, 2 handuk, sebuah tong sampah, cermin, AC dan kamar mandi. Fasilitas yang layak namun cukup sederhana untuk acara setingkat nasional.


Bagi saya pribadi, fasilitas kamar bukanlah suatu masalah, toh lawatan sejarah pasti lebih padat jadwal jalan-jalannya. Namun, terdapat satu hal yang menurut saya cukup mengganggu saat itu yakni fasilitas air kamar mandi. Airnya berbau dan tidak bening. Terlepas dari mana sumber air berasal, menurut saya air tersebut tidak layak pakai, baik untuk wudu atau pun mandi. Saya tidak tahu apakah peserta dari kamar lain merasakan masalah yang sama atau tidak. Ini menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh panitia dan pihak Asrama Haji. Jika memang setelah dicek sumber air di suatu tempat penginapan tidak bagus, sebaiknya panitia mencari tempat lain, demi kesehatan dan kenyamanan peserta.

Selepas sejenak beristirahat dan menunaikan salat Asar, saya dan teman-teman komunitas bergerak untuk mengikuti agenda acara Lasenas selanjutnya. Karena tidak adanya instruksi khusus terkait penempatan awak komunitas, maka kami bersepakat untuk berpencar menjadi dua kubu. Pasalnya, acara dipisah menjadi dua agenda kegiatan yakni perkenalan peserta dan pelatihan pembuatan video bagi para guru.
  •  Perkenalan Peserta dan Ice-Breaking

Saat memasuki Aula Arafah, saya melihat para peserta sudah duduk membentuk lingkaran. Kang Cepi dan Kang Asep yang mengomandoi acara tersebut. Sekilas menyapu pandang, tampaknya belum semua peserta hadir. Asumsi saya, mungkin delay di bandara. Aceh adalah salah satu provinsi terujung Indonesia. Saya membayangkan bagaimana perjuangan para peserta untuk sampai ke tanah Serambi Makkah ini. Apalagi peserta yang harus berangkat dari provinsi terujung Indonesia yang satunya lagi. Semoga semua peserta yang masih berada dalam perjalanan, dapat tiba di Aceh dalam keadaan sehat dan selamat, celetuk saya dalam hati.

Kembali ke acara Ice-breaking, saya tidak dapat memungkiri bahwa banyak dari peserta yang terlihat lelah dan lesu. Bisa jadi karena energi mereka telah terkuras selama perjalanan. Namun kegiatan senam otak dan beberapa aktivitas fisik lainnya tampaknya berhasil membuat peserta kembali bersemangat. Walau pun terdapat satu dua momen krik-krik syalalala a.k.a kobong, itu sih wajah saja. Hal itu mungkin terjadi karena acara hanya dihandle oleh dua orang saja, sedangkan peserta jumlahnya cukup ramai. Namun, terlepas dari segala kekurangan, kegiatan tersebut cukup menghibur peserta kok.  

  • Pelatihan Para Guru

Sementara itu, di ruang Aziziah, para guru menerima pelatihan pembuatan video tentang sejarah. Materinya terdengar cukup bagus. Namun sayang, para guru tidak mempraktikkan langsung materi yang diajarkan. Pasalnya, tak ada satu pun guru yang membawa serta laptop saat mengikuti pelatihan. Apa karena tidak perlu atau karena tidak tahu? Entahlah. Intinya, para peserta yang hadir hanya duduk dan menyimak. Kemudian, ketika mendengarkan pemaparan dari sang pemateri, saya menyadari satu hal. Menurut saya, sang Bapak pemateri tampaknya paham betul terkait ilmu yang disampaikan namun kurang ahli dalam menyampaikan materi pelatihan dengan cara yang asyik. Alhasil, suasana ruang pelatihan terasa monoton dan membosankan. 

Jam menunjukkan pukul 18.30 WIB, akhirnya pelatihan pun selesai. Sebelum bubar, kami mendapatkan kabar bahwa seluruh peserta diminta segera bersiap-siap untuk menggunakan pakaian adat daerah masing-masing sebagai dress code acara pembukaan dan jamuan makan malam bersama Bapak Gubernur di Anjong Mon Mata. Uniknya, keberangkatan peserta direncanakan pada pukul 19.00 WIB. Tahukah kamu uniknya di mana? Yap, di Aceh pukul 19.00 WIB a.k.a 7 malam, azan Magrib pastinya baru saja berkumandang. Jadi, gak ada rencana salat nih?

  • Sambutan dan Jamuan Makan Malam

Di tengah kebimbangan akan ditinggal rombongan, saya dan teman-teman memutuskan untuk salat magrib terlebih dahulu. Apa yang terjadi terjadilah, soal kewajiban salat tak boleh dinomorduakan tentunya. Selepas salat dan berpakaian, kami pun turun menuju lobi. Ternyata peserta belum bergerak sama sekali. Syukurlah, karena jadwal keberangkatan diundur. Soalnya, panitia sempat dengan tegas mengingatkan peserta agar tidak terlambat dan berkumpul sesuai jadwal. Oh iya, terkait jadwal acara, saya memperhatikan bahwa tidak setiap waktu salat disediakan jeda pada agenda. Terkadang hanya Zuhur saja, ada kalanya Asar dan Magrib saja bahkan tiada. Tanya kenapa?

Baiklah, kembali ke acara penyambutan. Akhirnya, kami berangkat pada pukul nyaris 08.00 malam. Saat tiba di Anjong Mon Mata, saya dikejutkan oleh lautan manusia yang sudah berada di ruangan. Apa karena jamuan Lasenas dan Inti Bangsa digabung menjadi satu atau karena ramainya undangan lainnya? Tak ada jawaban, saya sedang kesambet malas bertanya. Setelah menunggu dalam bungkam sekitar 30 menit lebih, akhirnya para peserta pun dipersilakan mengambil makan malam. Masalahnya adalah hanya terdapat dua titik tempat untuk mengambil makanan (nasi dan kawan-kawannya). Satu untuk pria dan satunya lagi untuk wanita. Lantas apa yang terjadi? Mengularlah antrean para tamu undangan. Saya perhatikan bahkan hampir di menit ke-20 pasca dimulainya antrean, masih ada peserta Lasenas yang mengantre. Tanpa sengaja, saya pun sempat mendengar celetuk salah seorang siswi yang masih menunggu dalam antrean, "Kalau antreannya gini, jadi gak lapar lagi."

Setelah semua peserta Lasenans menyantap berbagai hidangan makanan, dari makanan berat hingga beragam jenis air dan kudapan, akhirnya para peserta kembali duduk manis di tempat masing-masing. Acara pun dimulai. Jam telah menunjukkan pukul sembilan lewat. Seperti acara pembukaan di Aceh kebanyakan. Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-quran, disambung dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dibosankan dengan beragam kata sambutan, dihiasi tari-tarian, dimeriahkan dengan paduan suara, nasihat singkat oleh Alumni, pembacaan puisi oleh Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dan ditutup dengan sesi foto bersama. Namun sayangnya, hampir keseluruhan tampilan acara malam itu tidak dapat saya nikmati. Bukan karena tampilannya buruk namun ...


 Pelajaran Hidup Hari Pertama Lasenas 2018 
  • Aceh dan Jakarta (pusat) sama-sama menggunakan patokan WIB (Waktu Indonesia Barat). Namun, matahari di Aceh terbit 1 jam lebih telat. Sehingga jadwal agenda pusat tidak bisa diberlakukan di Aceh. Termasuk jadwal waktu salat.
  • Di antara semua fasilitas kegiatan, air bersih dan makanan tidak boleh disekadarkan.
  • Dalam acara apa pun, terutama outdoor, biasakan membawa botol minum sendiri. Selain ramah lingkungan, kamu pun dijamin tidak kehausan.
  • Ternyata, apa pun profesi kita ke depan, tetap pelajari skill public speaking. Itu penting.
  • Saya mengimbau awak media untuk bertoleransi terhadap penduduk dunia nyata. Tidak hanya penduduk dunia maya yang membutuhkan dokumentasi dan info, kami juga butuh menikmati momen lho.
⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌⇌
 Tonton juga videonya ya:




Subscribe to receive free email updates:

4 Responses to "Kompilasi Memori Lasenas 2018 (5 Hari 4 Malam) - Bagian 1"

  1. Acaranya seru, pelajaran dan pengalaman setimpal ya Ayu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bang, terlepas dari segala hambatan dan kekurangan, konsep acara Lasenas memang seru.

      Hapus
  2. Wah, mantap deh. Renyah banget tulisannya. Terasa ikut Lasenas kembali 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya,Yell. Memori semacam ini kalo gak diikat dalam tulisan bisa-bisa terlupakan. Makasih udah singgah ya.

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya!
Besok-besok mampir lagi ya!


(Komentar Anda akan dikurasi terlebih dahulu oleh admin)